Senin, 30 Juni 2008
Pandawa
Pandawa adalah representasi dari sifat-sifat baik yang dimiliki oleh manusia. Yudhistira adalah simbol kejujuran, Bima adalah simbol kelugasan dan kesetiaan, Arjuna adalah simbol kejernihan berpikir, Nakula dan Sadewa dapat dikatakan simbol keseimbangan.
Meski Pandawa menjadi representasi keutamaan sifat manusia, mereka tidak luput dari kekurangan pula.
Hal ini mengingatkan kita pada simbol Yin-Yang dalam tradisi Asia Timur, khususnya Tao. Bahwa di dalam bagian yang berwarna putih pun terdapat lingkaran hitam.
Sabtu, 21 Juni 2008
Wayang Jawa
Kalau anda menonton wayang di Jawa, pasti ada bagian yang disebut "gara-gara" yang biasanya ditampilkan tengah malam. Di dalam adegan "gara-gara" ini muncul tokoh Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong yang disebut Panakawan. Atau bisa juga muncul tokoh Limbuk dan Cangik. Tokoh-tokoh tersebut tidak akan dijumpai dalam versi asli dari India.
Kisah Gatotkaca Edan, Dewa Ruci, dan semacamnya tidak ada dalam versi asli. Semua lakon di luar sumber asli India, adalah karangan orang Jawa yang dikaitkan dengan dunia batin orang Jawa. Sebagai contoh lakon Dewa Ruci banyak dipengaruhi tasawuf Islam yang dikembangkan oleh walisanga. Tokoh Dewa Ruci adalah hasil ciptaan budaya Jawa.
Kisah Ramayana dan Mahabharata yang masuk di Jawa telah diperkaya dengan kearifan dunia batin orang Jawa. Maka pantaslah jika UNESCO menjadikan wayang sebagai warisan budaya dunia.
Minggu, 15 Juni 2008
Mahabharata
Mahabharat atau Mahabharata adalah epos terbesar dalam kesusastraan India. Bentuknya berupa kakawin dalam bahasa Sanskrit, terdiri dari 90.000 seloka dalam 220.000 baris. Epos ini terdiri dari 18 parwa atau buku, disebut Asthadaçaparwa. Sejak ±300 sM hingga ±300 M, syair Mahabharata terus ditambah dengan bahan-bahan yang sudah ada dalam bentuk purana, gatha, dan sebagainya. Kisah tambahan yang cukup penting adalah Harivamça dalam bentuk syair yang menjelaskan kehidupan dan silsilah Krishna.
Penulis Mahabharata adalah Krishna Dvaipayana atau Vyasa, yang oleh masyarakat Jawa dikenal sebagai Abiyasa. Pada zaman pemerintahan Jayabaya (1115 – 1130) di Kediri, epos Mahabharata disadur oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh dalam bahasa Jawa Kuno. Kemudian oleh pujangga Yasadipura I (Yosodipuro I) dan Ranggawarsita (Ronggowarsito) disadur kembali dalam bahasa Jawa Baru dalam bentuk tembang.
Pokok dari epos ini adalah perang antara kebaikan yang direpresentasikan oleh Pandawa melawan kejahatan yang direpresentasikan oleh Kurawa. Pandawa adalah keturunan Pandu, sedangkan Kurawa adalah keturunan Kuru. Keduanya memiliki darah Bharata. Di antara keduanya terdapat Krishna yang berpihak pada Pandawa.
Di dalam Mahabharata terdapat bagian tambahan yang cukup penting, yakni Bhagavad Gita yang berarti Nyanyian Tuhan. Isinya adalah percakapan antara Krishna sebagai titisan Vishnu dengan Arjuna sebagai ksatria sebelum maju ke Bharatayudha.
Mahabharata juga memuat hal-hal berkaitan dengan tatanegara, nasihat, legenda, mitos, pengetahuan alam, moksa, dan adat kebiasaan India Kuno.
Ramayana
Ramayan atau Ramayana adalah bahasa Sanskrit yang berarti Kisah Rama. Ramayana berasal dari India, ditulis oleh seorang pertapa bernama Valmiki. Ramayana terdiri atas 7 kandha atau 7 buku yang memuat 24.000 seloka atau kuplet. Ketujuh kandha tersebut mengisahkan:
1. Masa muda Rama.
2. Kejadian-kejadian di Ayodhya.
3. Rama dan Sita (Sinta) tinggal di hutan dan kemudian Sita dilarikan oleh Rahwana.
4. Rama dan Sugriwa (raja kera), beserta Hanuman mengadakan perjanjian untuk membebaskan Sita.
5. Hanuman menjadi duta Rama menuju Alengka tempat Sita ditawan.
6. Perang besar antara pasukan kera dengan pasukan Alengka.
7. Kesangsian Rama akan kesucian Sita dan kembalinya Sita ke kahyangan.
Sebenarnya Ramayana telah berakhir pada buku keenam. Buku ketujuh yang disebut Uttarakandha dianggap sebagai buku yang ditambahkan belakangan.
Ramayana adalah kakawin pertama dalam kesusastraan India yang menjadi sumber ilham bagi sastrawan India maupun sastrawan di Asia Tenggara – khususnya Indonesia.
Ramayana dalam bentuk tembang di Jawa ditulis pada masa pemerintahan Raja Rakai Watukura Dyah Balitung (898 – 910 M). Kisah Ramayana dapat pula dijumpai dalam bentuk relief di Candi Prambanan pada abad IX dan Candi Penataran pada abad XIV.
Preface about Wayang
Kapan wayang pertama kali dibuat, belum dapat ditentukan persis. Yang jelas bangsa-bangsa di Asia dan di Mediterania telah berabad-abad lamanya mengenal wayang. Tentu saja bentuk, cara memainkan, dan sumber cerita yang diusung berlainan, tergantung dari latar belakang budaya masing-masing.
Wayang di Indonesia, khususnya di Jawa dan Bali, pada umumnya mengambil sumber cerita dari Ramayana dan Mahabharata. Ada pula sumber cerita lain yang berasal dari syiar agama Islam dan Kristen, atau dari kisah sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa. Akan tetapi pertunjukan wayang yang bersumber dari syiar agama dan kisah sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa kurang begitu popular dibanding dengan yang bersumber dari Ramayana dan Mahabharata.
Bahan yang digunakan untuk membuat wayang bermacam-macam. Namun biasanya bahan tersebut berasal dari bahan mudah dijumpai di lingkungan sekitar, misalnya:
1. Rumput. Di pedesaan, anak-anak gembala merangkai rumput menjadi wayang untuk mengisi waktu sambil menunggu hewan gembalaan.
2. Kulit. Karena sebagian besar masyarakat Jawa dan Bali hidup sebagai petani, maka mereka memerlukan sapi atau kerbau untuk membajak sawah. Dari sapi atau kerbau mereka mendapat kulitnya yang diolah sebagai bahan wayang kulit. Kenampakan wayang yang dibuat berupa individu-individu.
3. Kain. Gulungan kain digambari dengan satu atau dua adegan dari kisah wayang.
4. Kertas. Ada dua bentuk wayang kertas, yang pertama berupa gulungan kertas dan yang kedua berupa wujud individu dari tokoh wayang. Dalam bentuk gulungan kertas cara pembuatannya sama dengan wayang berbahan kain, yakni dengan menggambari kertas per adegan. Sedangkan dalam bentuk individu, kenampakannya sama seperti wayang kulit.
5. Kayu. Wayang dari kayu memiliki proporsi badan yang lebih mendekati realitas dibanding lainnya.
Jelas sudah, bahwa untuk menyampaikan amanat yang terkandung dalam Ramayana, Mahabharata, ataupun sumber lainnya, masyarakat Jawa dan Bali menggunakan bahan yang praktis, ringan, dan cukup tahan lama.
Adapun jenis-jenis wayang yang umum dikenal di Jawa dan Bali adalah:
1. Wayang Purwa. Wayang Purwa dikenal juga dengan sebutan Wayang Kulit. Penyebaran Wayang Purwa cukup luas, mencakup hampir seluruh Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Pokok cerita bersumber dari agama Hindu, yaitu Ramayana dan Mahabharata. Fungsi Wayang Purwa erat kaitannya dalam upacara adat dan upacara keagamaan. Pergelaran wayang pada mulanya dimaksudkan untuk mengundang “bayang-bayang” nenek moyang. Seiring dengan waktu, pergelaran wayang berubah menjadi sekadar pertunjukan seni.
Dalam Wayang Purwa penempatan wayang diatur berdasarkan watak tiap tokoh. Mereka yang memiliki watak pengiwa atau jahat diletakkan di sebelah kiri dalang, dan mereka yang memiliki watak penengen atau baik ditempatkan di sebelah kanan dalang.
Menurut Brandes wayang kulit sudah dikenal sejak ±784 Masehi. Sedangkan dari G.A.J. Hazeu (1897) diperoleh informasi bahwa wayang kulit adalah asli ciptaan masyarakat Jawa, bukan tiruan dari India.
2. Wayang Beber. Bentuk Wayang Beber sangat khas, berupa gulungan kain atau gulungan kertas. Pokok cerita bersumber dari peristiwa zaman Kediri dan Majapahit. Dalang membuka gulungan dan bercerita berdasar gambar yang terdapat dalam gulungan.
3. Wayang Gedog. Jenis wayang yang berbahan kayu dan mirip wayang golek ini pernah popular di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pokok ceritanya bersumber dari masa sesudah Parikesit hingga munculnya Pajajaran. Bagian terbesar cerita adalah kisah Raden Panji Kudawanengpati.
4. Wayang Golek. Wayang dari kayu ini sangat popular di Jawa Barat dan perbatasan Jawa Barat – Jawa Tengah. Meski demikian dalam jumlah kecil bisa juga dijumpai di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pokok cerita yang disampaikan di samping Ramayana dan Mahabharata adalah lakon-lakon menak.
5. Wayang Klitik. Nama lainnya adalah Wayang Krucil. Konon wayang ini diciptakan oleh Sunan Kudus. Wayang Klitik berbahan dari kayu, namun pipih seperti wayang kulit. Pokok cerita wayang bersumber dari zaman Majapahit – khususnya Raja Brawijaya – dan kisah-kisah Raden Panji.
6. Wayang Keling. Jenis wayang kulit ini nyaris punah. Di Jawa hanya dijumpai di daerah Pekalongan. Cerita wayang ini dimulai dari silsilah Nabi Adam hingga Sunan Paku Buwono IV. Konon Wayang Keling dikenalkan pertama pada masa Perang Diponegoro oleh dalang Ki Gunawasesa. Nama Keling barangkali berasal dari nama suatu tempat di dekat Jepara (Keling) atau nama Kerajaan Kalingga, atau juga nama daerah di India Selatan.
7. Wayang Wahyu. Wayang jenis ini relatif baru dibanding jenis-jenis wayang lainnya. Wayang ini dibuat sebagai alat untuk memperkenalkan Injil kepada masyarakat Jawa. Maka isi ceritanya bersumber dari Injil.
8. Wayang Potehi. Wayang mirip Wayang Golek ini berasal dari kebudayaan China. Pokok ceritanya adalah kisah sejarah China, misalnya San Guo atau Samkok (Tiga Negara).
Di samping wayang berbahan kertas, kulit, dan kayu, cerita wayang disampaikan juga dalam bentuk seni drama dan tari. Ada dua jenis wayang semacam ini yaitu:
1. Wayang Wong. Dikenal pula dengan sebutan Wayang Orang. Tokoh-tokoh wayang diperankan oleh para penari. Pokok cerita yang disampaikan bersumber dari Ramayana dan Mahabharata. Di Jawa jumlah kelompok Wayang Wong kian menyusut. Pertunjukan Wayang Wong yang masih rutin ditampilkan hingga sekarang adalah Sendratari Ramayana di pelataran Candi Prambanan.
2. Wayang Topeng. Penari menggunakan topeng untuk memerankan tokoh wayang. Pokok cerita yang dibawakan umumnya adalah kisah Raden Panji. Selain di Jawa, pertunjukan penari dengan topeng ini dijumpai juga pada suku Daya di Kalimantan.
Nah, demikian sekelumit pengantar tentang wayang.