Jumat, 04 Juli 2008
Bhima
Bhima (भीम), memiliki nama lain Bima, Bimasena, Bratasena, Werkudara, Bayuputra, Bayusuta, Gundawastraatmaja, Jagalabilawa. Anak kedua Pandu dari rahim Kunthi ini bersifat blak-blakan. Dalam pewayangan Jawa, Bhima dikenal tidak dapat berbahasa halus/krama kepada siapapun. Ia berbahasa halus hanya kepada Dewa Ruci.
Bhima disebut Bayuputra karena ia adalah titisan Batara Bayu, dewa penguasa angin. Versi Jawa mengatakan ketika lahir Bhima terbungkus oleh gumpalan kulit dan berbentuk bola. Berbagai macam senjata tajam untuk membuka bungkus tidak mempan digunakan. Maka para dewa mengirimkan Gajah Sena untuk memecahkan bungkus tersebut dengan gadingnya.
Bhima dalam wayang Jawa bertempat tinggal di Jodhipati atau Munggul Pamenang. Sebagai anak Pandu yang berbadan paling besar dan memiliki kekuatan fisik luar biasa, Bhima menjadi andalan bagi Amarta dalam Bharatayudha.
Bhima memiliki kuku yang panjang, kuat, dan tajam disebut Pancanaka. Dengan Pancanaka pula ia merobek tubuh Shakuni membujur dari lubang dubur hingga rongga mulut di Kurusetra. Selain Pancanaka, Bhima menggunakan gada sebagai senjata yakni gada Rujakpala dan Lambitasari. Dengan gada Bhima membinasakan Dursasana, membawakan darah Dursasana kepada Drupadi untuk mengeramasi rambutnya.
Bhima memperistri Nagagini, Arimbi, dan Urangayu. Dari perkawinan tersebut Bhima memiliki anak Antareja, Gatutkaca, dan Antasena. Agak menarik karena ketiga anak Bhima ini seperti merepresentasikan angkatan perang; Antareja yang dapat masuk ke dalam air (angkatan laut), Gatutkaca yang dapat terbang (angkatan udara), dan Antasena yang dapat masuk ke dalam tanah (angkatan darat).
Dalam akhir hidupnya - perjalanan menuju Mahameru - Bhima tewas karena meminum air telaga larangan. Ia dinilai tidak layak mencapai puncak Mahameru karena Bhima terlalu membanggakan kekuatannya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar