Shalya (शल्य) atau Salya atau Salyapati putra Artayana, raja Madra. Dalam versi Jawa, Shalya pada masa muda bernama Narasoma. Shalya mempunyai adik perempuan bernama Madri – yang kelak menjadi ibu Nakula dan Sadeva. Ketika dewasa ia diminta oleh Artayana untuk menikah. Namun permintaan sang ayah tak dihiraukannya. Shalya pergi dari istana dan mengembara.
Dalam pengembaraan itu Shalya berjumpa dengan seorang brahmana raksasa bernama Bagaspati. Resi Bagaspati menceritakan, bahwa putrinya bermimpi jatuh cinta dan menikah dengan Shalya. Bagaspati bermaksud menjadikan Shalya sebagai menantunya. Lantaran mengira Pujawati – anak Resi Bagaspati – juga berwajah raksasa, maka Shalya menolak. Akibatnya terjadilah pertarungan antara Shalya dengan Resi Bagaspati.
Shalya tidak mampu menandingi kesaktian Bagaspati. Maka takluklah ia kepada resi raksasa itu. Setelah berjumpa dengan Pujawati, Shalya berubah pikiran melihat kecantikan anak Resi Bagaspati itu dan ia jatuh hati. Keduanya pun kemudian menikah. Meski demikian Shalya merasa tidak bangga karena memiliki mertua berwajah raksasa.
Perasaan Shalya ini disampaikan Pujawati kepada ayahnya. Resi Bagaspati kemudian menantang Pujawati agar memilih dirinya sebagai ayah atau Shalya sebagai suami. Sebuah pilihan yang tidak mudah. Namun demikian Pujawati akhirnya memilih Shalya. Hal ini membuat Bagaspati merasa bangga karena memiliki putri yang setia. Maka Bagaspati mengubah nama Pujawati menjadi Setyawati.
Resi Bagaspati juga merelakan dirinya dibunuh oleh Shalya agar tidak mengganggu pikirannya. Meski demikian tak satupun senjata Shalya yang dapat melukai tubuh Bagaspati. Demi melihat mertuanya tidak juga binasa, maka Shalya memohon agar Resi Bagaspati melepaskan seluruh ilmu kesaktiannya. Resi Bagaspati menyanggupi untuk melepaskan Rudrarohastra (dalam versi Jawa Ajian Candabhirawa) dan mewariskannya kepada Shalya.
Setelah ilmu kesaktian itu beralih wadah, dengan mudah Shalya membunuh sang resi dengan cara menusuk siku Resi Bagaspati. Shalya kemudian memboyong Setyawati ke Madra untuk diperkenalkan kepada ayahnya.
Raja Artayana gembira melihat anaknya membawa Setyawati. Akan tetapi kegembiraan itu tak berlangsung lama setelah mengetahui, bahwa Shalya membunuh Resi Bagaspati. Ternyata Artayana dengan Resi Bagaspati adalah dua sahabat karib. Karena membunuh sahabatnya, maka Shalya diusir oleh Artayana dari istana. Shalya bersama Setyawati pergi meninggalkan Madra. Madri yang belum hilang rasa rindunya, bergegas pergi menyusul kakaknya.
Dalam pengembaraan, Shalya tiba di kerajaan Mathura atau Mandura. Di tempat itu sedang diadakan sayembara dengan hadiah putri raja bernama Kunti. Shalya mengikuti sayembara itu dengan maksud untuk menguji Ajian Candabhirawa, bukan untuk meminang Kunti. Ia berhasil mengalahkan semua raja dan ksatria yang mengikuti sayembara, kecuali Pandu. Ajian Candabhirawa yang dimilikinya berhasil dipunahkan oleh Pandu. Sebagai tanda takluk Shalya menyerahkan adiknya, Madri, kepada Pandu.
Saat masih di dalam pengembaraan, Shalya mendengar berita kalau ayahnya wafat. Artayana begitu sedih karena kehilangan sahabatnya, juga karena merasa gagal menjadi ayah yang baik dan tidak bisa mendidik anak. Artayana kemudian mengakhiri hidupnya sendiri. Shalya kembali ke Madra dan menjadi raja menggantikan ayahnya.
Dari perkawinannya dengan Setyawati, Shalya memiliki lima orang anak, yaitu Erawati, Surtikanti, Banowati, Burisrawa, dan Rukmarata. Sedangkan menurut versi India, Shalya hanya memiliki dua anak yaitu Rukmarata dan Rukmanggada.
Salah satu sifat buruk Shalya adalah tinggi hati. Kesombongannya ditunjukkan dengan menerima lamaran Duryodhana atas Erawati. Ia merasa mendapat kehormatan karena menantunya adalah raja kerajaan terbesar di dunia. Tanpa pikir panjang lamaran itu diterima. Namun garis dewata berkata lain. Erawati hilang diculik oleh Kartapiyoga dari Girikadasar.
Atas bantuan Baladeva, Erawati berhasil diselamatkan. Menurut perjanjian seharusnya Erawati diserahkan kepada orang yang berhasil menyelamatkannya. Namun Shalya hendak mengingkari janji karena melihat Baladeva dalam sosok seorang pendeta. Baru setelah Shalya tahu kalau Baladeva adalah raja Mathura, Erawati diserahkannya.
Lamaran Duryodhana datang kedua kalinya. Kali ini Surtikanti yang hendak diberikannya. Akan tetapi Surtikanti diculik dan diperistri oleh Karna, adipati dari Awangga. Melihat bahwa yang menculik dan mengawini Surtikanti adalah Karna, Duryodhana merelakannya karena ia merasa berhutang budi kepada putra Batara Surya itu. Kelanjutannya, Duryodhana kemudian menikahi Banowati.
Menjelang pecahnya Bharatayudha, Shalya berniat berpihak kepada Pandava. Akan tetapi karena tipu muslihat Kaurava, terpaksa Shalya mengalihkan dukungannya kepada Kaurava. Meski demikian Shalya memberikan doa dan berkatnya untuk kemenangan Pandava. Hal ini tertulis dalam Udyogaparva.
Ketika pecah Bharatayudha, Shalya menjadi kusir bagi kereta perang Karna. Ia berhadap-hadapan dengan Arjuna yang naik kereta perang dengan Krishna sebagai kusirnya. Karena sebenarnya hatinya untuk Pandava, maka Shalya tidak sepenuh hati mengusiri kereta Karna. Dalam pertempuran itu Karna tewas oleh panah Arjuna.
Setelah Karna tewas, Shalya menjadi panglima perang pihak Kaurava pada hari berikutnya.
Di dalam perang Shalya menggunakan Ajian Candabhirawa. Tak satupun dari pasukan Pandava yang dapat bertahan. Ajian itu berupa raksasa bajang yang jika dilukai, darahnya akan menjelma menjadi raksasa bajang lainnya. Setiap percikan darah menjadi satu raksasa. Maka pasukan raksasa bajang itu kemudian menguasai medan Kurusetra.
Krishna menyuruh Nakula untuk menghadapi Shalya. Melihat yang datang menemuinya adalah keponakannya, Shalya tidak sampai hati dan ia tahu ini adalah muslihat Krishna. Raja kerajaan Madra itu kemudian memberi tahu, kalau orang yang dapat membunuhnya adalah seorang yang memiliki hati bersih, jujur, lurus – sebagai tandingan atas kesombongan dirinya.
Maka Krishna kemudian meminta Yudhistira untuk maju melawan Shalya. Putra sulung Pandu itupun maju ke pertempuran. Ajian Candabhirawa yang digunakan oleh Shalya tidak mampu mengalahkannya. Bahkan raksasa-raksasa bajang itu berbalik mengabdi kepada Yudhistira. Pada saat itu Yudhistira menggunakan pusaka Jamus Kalimasada untuk mengakhiri hidup Shalya. Dalam versi India, Shalya gugur karena panah yang dilepaskan oleh Yudhistira dengan perantaraan Arjuna. Setelah Shalya gugur, Setyawati dan Sugandika – abdinya – menyusul ke Kurusetra dan ikut bunuh diri. Hal ini dipaparkan dalam bagian Salyaparva.