Vidura (विदुर) atau dalam versi Jawa disebut Yamawidura dilahirkan dari seorang abdi Hastinapura melalui upacara Putrotpadana oleh Vyasa. Dalam versi Jawa abdi istana itu bernama Datri. Hal ini terjadi karena Ambika – ibu Dhritarastra – dan Ambalika – ibu Pandu – menolak untuk bertemu Vyasa. Maka keduanya menyuruh seorang abdi Hastinapura menggantikan posisi mereka.
Sebagai seorang resi begawan, tentu Vyasa mengetahui rencana Ambika dan Ambalika. Namun demikian Vyasa tetap menjalankan tugasnya, sesuai permintaan Setyawati – ibu Vicitravirya, raja Hastinapura. Dari upacara Putrotpadana tersebut lahirlah Yamawidura.
Secara fisik Vidura memiliki kaki yang timpang atau pincang. Akan tetapi ia memiliki pikiran yang jujur, cerdas dan jernih. Vidura juga sangat menguasai ilmu tatanegara. Oleh karena itu Vidura diangkat menjadi jaksa di Hastinapura. Sepeninggal Pandu, takhta Hastinapura dititipkan kepada Dhritarastra. Di dalam menjalankan roda pemerintahan Dhritarastra banyak mengandalkan kebijaksanaan Vidura. Tentu hal ini berlaku sebelum Dhritarastra menyerahkan takhta Hastinapura kepada Kaurava.
Vidura begitu mencintai kedua kakaknya – Dhritarastra dan Pandu, juga kepada putra-putra mereka – para Kaurava dan Pandava. Ia senantiasa berusaha mengarahkan Kaurava ke arah hidup yang benar. Akan tetapi Kaurava lebih mendengarkan ucapan kakak iparnya – Gandari – dan Shakuni – adik Gandari. Bagi Vidura, lebih mudah menasihati Pandava daripada Kaurava.
Dalam versi Jawa, Vidura menikah dengan Padmarini. Istrinya adalah anak Dipacandra, adipati Pagombakan yang merupakan negara bawahan Hastinapura. Vidura kemudian menggantikan Dipacandra sebagai pemimpin di Pagombakan. Dari perkawinannya dengan Padmarini, Vidura mempunyai keturunan yang dinamakan Sanjaya. Akan tetapi dalam versi asli, tak ada hubungan keluarga antara Vidura dengan Sanjaya.
Vidura pernah menyelamatkan Pandava dan Kunti dalam kejadian Bale Sigala-gala. Ketika Pandava dan Kunti dijebak dalam sebuah pondok yang kemudian dibakar oleh Kaurava. Vidura telah menyiapkan lorong bawah tanah sebagai tempat pengungsian Pandava dan Kunti.
Ketika pecah Bharatayudha, Vidura meskipun tinggal di Hastinapura, tidak berpihak kepada Kaurava. Ia juga tidak berpihak kepada Pandava. Hal ini dilakukannya demi keadilan. Jauh-jauh hari sebelum perang antardarah Bharata terjadi, ia telah mengingatkan Duryodhana terus-menerus agar menyerahkan takhta Hastinapura kepada Pandava. Bagaimanapun juga Pandava sebagai putra-putra Pandu-lah yang berhak atas Hastinapura. Akan tetapi seluruh nasihat Vidura tak dihiraukan oleh Duryodhana dan tampaknya memang sudah kehendak para dewa, bahwa Bharatayudha harus terjadi.
Setalah Bharatayudha berakhir, bersama dengan Dhritarastra, Gandari, Kunti, dan Sanjaya, Vidura menyucikan diri dengan bertapa di hutan. Sampai suatu hari dari tubuh Dhritarastra muncul api penyucian yang membakar pondok dan seluruh isinya. Demikianlah akhir hidup Vidura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar